Setelah terbitnya Perpres Nomor 70 Tahun 2012 dan Perpres 4 Tahun 2015 yang merupakan perubahan kedua dan keempat atas Perpres 54 Tahun 2010, banyak perubahan yang cukup signifikan dan mampu memberikan solusi jitu bagi berbagai permasalahan dan kendala yang mungkin muncul dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satunya adalah permasalahan yang mungkin terjadi ketika menghadapi akhir tahun atas pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa.
Permasalahan utama pelaksanaan kontrak ketika menghadapi akhir tahun, terutama untuk kontrak tahun tunggal adalah pelaksanaannya tidak boleh melewati tahun anggaran.Hal tersebut di-amin-i oleh pihak KPPN yang hanya melayani permintaan pembayaran sampai dengan tanggal 18-31 Desember (setiap tahun berubah-ubah tergantung Peraturan Dirjen Perbendaharaan tahun yang bersangkutan). Untuk menghadapi pekerjaan kontrak tahun tunggal yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan tanggal 31 Desember, maka kemungkinan yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut:
- Memutuskan kontrak secara pihak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya Atas sisa pekerjaan yang belum selesai dilelangkan kembali pada tahun berikutnya; atau
- Membuat berita acara serah terima palsu, yang merekayasa progres pekerjaan dengan menyatakan fisik pekerjaan telah selesai (100%) per 20 Desember, namun rekening enyedia barang/jasa diblokir oleh PPK atau ditampung pada rekening tertentu sampai dengan pelaksanaan pekerjaan telah benar-benar selesai; atau
- Melanjutkan penyelesaian pekerjaan pada tahun berikutnya, namun rekanan wajib menyerahkan jaminan pembayaran dan jaminan pelaksanaan sebesar nilai pekerjaan yang belum diselesaikan.
Mari kita cermati bersama,
Poin 1, terdapat kemungkinan terjadi inflasi harga pada tahun berikutnya yang berakibat ketidakefisienan dalam mengkapitalisasi nilai perolehan aset, contohnya adalah pekerjaan pembangunan gedung, kontrak pada tahun berjalan didapatkan dengan harga yang relatif rendah. Kemudian untuk dilelangkan kembali, dibutuhkan biaya untuk pelelangan, biaya perencanaan, dan pengawasan .Nilai sisa pekerjaan relatif tidak dapat diprediksi namun besar kemungkinan lebih mahal dari harga kontrak sebelumnya. Biaya-biaya tersebut merupakan nilai perolehan aset, yang kemudian akan dikapitalisasi, sehingga nilai perolehan aset menjadi lebih besar.
Poin 2, merupakan langkah menuju penyimpangan, sangat rawan, dan banyak kasus berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) berawal dari langkah pada poin ini.
Poin 3, ini merupakan langkah paling aman dari kondisi yang tidak ideal, karena penguasaan pembayaran berada pada pihak Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), karena KPPN sewaktu-waktu dapat mencairkan jaminan apabila penyedia tidak sanggup menyelesaikan pekerjaan saat denda keterlambatan melampaui 5% dari nilai Kontrak. Atas keterlambatan tersebut, PPK wajib fardhu ain mengenakan sanksi kepada penyedia, tetapi masih terdapat potensi kerugian keuangan negara, dengan pendekatan seperti berikut:
- Untuk memenuhi langkah poin 3, maka SPM harus sudah diajukan per tanggal 18-31 Desember dan dana 100% masuk ke rekening penyedia
- Pada bulan Januari tahun berikutnya, seharusnya negara mendapatkan pengembalian dana sebesar nilai sisa pekerjaan, karena pada dasarnya pekerjaan kontrak tahun tunggal tidak dapat melewati tahun anggaran berjalan
- Karena dana tidak dikembalikan (meskipun dilindungi jaminan), maka negara kehilangan potensi bunga atas dana tersebut sampai dengan tanggal realisasi penyelesaian pekerjaan.
- Tidak ada jaminan bahwa penyedia akan menyelesaikan fisik pekerjaan.
Permasalahan ini sudah lama menjadi dilema bagi pihak pemberi kerja dalam menghadapi situasi akhir tahun.
Nah, Perpres Nomor 70 Tahun 2012 telah memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut diatas. Pada pasal 93 ayat 1 a.1 dan a.2 yang menyatakan bahwa “berdasarkan penelitian PPK, penyedia tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan” dan “setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, penyedia barang dan jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan”. Kemudian atas pasal 93 tersebut disisipi ayat 1a pada Perpres 4 Tahun 2015, yang semakin menguatkan bahwa pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender dapat melampaui tahun anggaran.
Singkatnya, pasal 93 secara keseluruhan menjelaskan bahwa apabila PPK memperoleh keyakinan atas kemampuan penyedia dalam menyelesaikan sisa pekerjaan dalam 50 (lima puluh) hari setelah masa pelaksanaan kontrak berakhir walaupun melewati tahun anggaran, maka kontrak tersebut tidak perlu diputuskan secara sepihak, namun tetap dikenakan denda maksimum sebesar 5% (atas 1/1000 per hari keterlambatan) dari nilai kontrak dan rekanan terhindar dari sanksi blacklist apabila pekerjaan dapat diselesaikan dalam kurun waktu 50 (lima puluh) hari tersebut.
Bagaimana mekanisme pencairan dana dan sumber dananya apabila masa pelaksanaan kontrak berakhir pada akhir tahun anggaran (asumsi masa pelaksanaan kontrak telah di adendum sampai dengan tanggal 31 Desember)?
Untuk permasalahan terkait dengan mekanisme pencairan dana yang bersumber dari APBN pada akhir tahun anggaran, Menteri Keuangan telah menetapkan PMK Nomor 194/PMK.05/2014. Peraturan ini merupakan angin segar untuk pelaksanaan pekerjaan yang diperkirakan akan terlambat dan melewati tahun anggaran.
Poin-poin penting dari PMK Nomor 194/PMK.05/2014 ini adalah:
- Jenis pekerjaan yang dapat diterapkan adalah pekerjaan dari suatu kontrak tahunan yang dibiayai dari Rupiah Murni, harus selesai pada akhir masa kontrak dalam Tahun Anggaran berkenaan
- Sisa nilai pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran tidak dapat diluncurkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dan tidak dapat ditambahkan (on top) ke dalam anggaran Tahun Anggaran Berikutnya
- Kriteria penyelesaian pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya :
- Berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan
- Penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai, yang paling sedikit memuat pernyataan kesanggupan penyedia barang/jasa untuk : menyelesaikan sisa pekerjaan, menyelesaikan sisa pekerjaan dalam tempo 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan, pernyataan bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, pernyataan tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.
- Berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran Berikutnya melalui revisi anggaran.
- Sisa pekerjaan yang akan diselesaikan pada Tahun Anggaran berikutnya dilakukan perubahan kontrak oleh PPK. Perubahan tersebut dilaksanakan dengan koridor bahwa sumber dana untuk penyelesaian sisa pekerjaan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya dari DIPA Tahun Anggaran berikutnya, tidak menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan dan dilaksnakan sebelum jangka waktu kontrak berakhir.
- Penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya kepada PPK sebelum dilakukan penandatanganan perubahan kontrak
- Setelah perubahan kontrak ditandatangani, KPA menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir Tahun Anggaran berkenaan dengan melampirkan copy surat pernyataan kesanggupan di atas yang telah dilegalisasi oleh KPA.
- Pihak KPPN setelah mendapat pemberitahuan dari KPA, melakukan klaim pencairan jaminan/garansi bank sebesar nilai pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya untuk keuntungan negara. Jika jaminan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, penyedia barang/jasa wajib menyetorkan sejumlah uang ke kas negara sebesar nilai sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya sebagai pengganti klaim penciran jaminan/garansi bank pada kesempatan pertama
- Penyedia barang/jasa menyelesaikan sisa pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang disepakati di dalam surat pernyataan kesanggupan, dan dikenakan denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pengadan barang/jasa (melalui penyetoran ke kas negara atau diperhitungkan dalam pembayaran tagihan atas penyelesaian pekerjaan).
- Apabila sampai dengan batas waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat pernyataan kesanggupan, sisa pekerjaan belum dapat diselesaikan, maka KPA menghentikan pelaksanaan pekerjaan secara sepihak danmengenakan denda keterlambatan maksimum kepada penyedia barang/jasa.
- Tata cara pembayaran tagihan penyelesaian pekerjaan, dilaksanakan dengan pengajuan SPM ke KPPN dan penerbitan SP2D dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika dilihat dari poin-poin di atas, sangat jelas sekali bahwa seluruh keputusan baik untuk melanjutkan maupun tidak melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan berada di KPA. KPA bertanggungjawab secara formal dan material atas kedua keputusan tersebut. Tidak hanya itu, KPA juga harus memiliki keyakinan yang memadai bahwa pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan tersebut dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran berikutnya melalui mekanisme perbaikan anggaran, tentu melalui penelitian yang didukung juga oleh data dan informasi yang dimiliki oleh PPK. PMK di atas menjembatani keinginan KPA dan PPK yang meyakini bahwa pekerjaan dapat diselesaikan dalam periode keterlambatan maksimal (50 hari), hanya saja untuk menekan risiko terjadinya kerugian negara terkait dengan penyelesaian sisa pekerjaan melewati Tahun Anggaran dibutuhkan mekanisme back up yang tanpa celah (baca : agak ruwet).
Dengan adanya kedua peraturan yang saling bersinergi ini, diharapkan dapat mengurangi berbagai tindak pidana korupsi dalam mengakali permasalahan pada pengadaan barang/jasa yang bersumber dari APBN pada akhir tahun anggaran, walaupun pada akhirnya kembali pada pribadi masing-masing dalam menginterpretasi (positif/negatif) pasal-pasal pada peraturan tersebut.
Pertanyaan selanjutnya : Bagaimana dengan pelaksanaan kontrak yang bersumber dana dari APBD?
Berdasarkan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh APBD dan dilakukan dengan prosedur pengadaan (kecuali Pengadaan Barang/Jasa Desa – diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota tersendiri), wajib mengikuti ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku apabila ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah/Pimpinan Institusi Pengguna APBD. Artinya, sangat dimungkinkan untuk diberlakukan solusi yang sama sesuai dengan PMK di atas.
Namun yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan APBD menggunakan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri agar berlaku untuk seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia. Permendagri yang berlaku saat ini, belum mengakomodasi dan memberikan solusi pembayaran pekerjaan yang belum dapat diselesaikan menjelang atau pada akhir tahun anggaran. Dengan tidak adanya solusi tersebut, maka terhadap pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan pada akhir kontrak harus dilakukan pemutusan kontrak sepihak sehingga output yang ditentukan dalam dokumen anggaran tidak tercapai.
Menurut hemat saya, permasalahan akhir tahun dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak APBN dan APBD tidak memiliki banyak perbedaan. Oleh karena itu, sambil menunggu penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait hal di atas, setidaknya Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah/Pimpinan Institusi Pengguna APBD mengenai ketentuan pengadaan barang dan jasa dapat mengakomodasi dengan mencantumkan pasal/ayat yang sejalan dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 dan PMK tersebut di atas. Dengan langkah tersebut, paling tidak penyelesaian pekerjaan dan pembayaran atas prestasi pekerjaan yang melewati tahun anggaran telah memiliki payung hukum yang jelas dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, meskipun solusi yang ditawarkan masih bersifat kedaerahan seperti masa-masa penjajahan dulu.
Bagaimana? Ada pendapat lain?
Bagus mas tulisanya. Mungkin bisa diterapkan bagi APBD. Penerapan di lapangan, PMK 194 ( dulunya PMK5) setau saya belum banyak diterapkan. Bottlenecknya mungkin jika dana yg digunakan cukup besar untuk lanjutan pengadaan (biasanya kasus terjadi pd konstruksi yg rata2 dana yg digunakan besar). Kalo dana tmbahannya kecil relatif mudah, namun kalo sampe puluhan miliar kudu ada komitmen dr awal sebelum putus kontrak. Cmiiw
Sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih atas atensi mas Heri Keswanto terhadap post di website kami.
PMK 194 (yang dulunya PMK 25 – Perpres 70-2012) sebenarnya bukan memberikan kesempatan untuk melanjutkan sisa pekerjaan di tahun anggaran berikutnya, tetapi jika pada kondisi di akhir tahun anggaran dan akhir masa kontrak, ternyata penyedia belum bisa menyelesaikan pekerjaannya, dan KPA & PPK meyakini kemampuan penyedia dibandingkan dengan sisa pekerjaan dapat diselesaikan dalam tempo 50 hari (periode denda maksimum kontrak – Syarat-syarat umum/khusus kontrak). Jika diluar kriteria itu ya ga bisa dilaksanakan.
Nah, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana cara KPA dan PPK menyusun kegiatan pengendalian untuk menghindari risiko bahwa penyedia akan wanprestasi di periode 50 hari penyelesaian sisa pekerjaan (administrasi dkk), itu yang terjawab di dalam PMK-194 dan menurut saya pribadi, memang agak njelimet prosedurnya, namun njelimet bukan berarti tidak dapat dilaksanakan bukan?
terlepas dari nilai pekerjaan konstruksi yang nilainya fantastis, yang harus di teliti sebelum PMK 194 dilaksanakan adalah :
1. Pekerjaan yang ingin di-PMK-194-kan adalah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran berjalan dan bukan merupakan pekerjaan atas kontrak tahun jamak
2. KPA dan PPK meyakini bahwa pekerjaan akan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 50 (lima puluh) hari setelah masa kontrak berakhir, termasuk menilai kapasitas, kemampuan penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan atas sisa pekerjaan yang akan diselesaikan
3. Dibutuhkan kualifikasi KPA yang agak “nekad”, karena harus meyakini bahwa jika sebagian sisa pekerjaan dibebankan pada tahun anggaran berikutnya, KPA harus meyakini bahwa anggaran atas sisa pekerjaan tersebut akan dapat dialokasikan dalam DIPA tahun anggaran berikutnya melalui revisi anggaran. Selain itu, KPA juga bertanggung jawab secara formal dan material atas keputusan untuk melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya dan penyelesaian sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya
hehe, iya mas….bener. PMK 194 ini sebenernya ga ada bedanya dengan PMK 25 dulu, cuma mindahin tanggungjawab dari PPK ke KPA. Salah satu hal juga yang jadi masukan adalah pembatasan 50 hari itu, apa iya kalo bisa diselesaikan dalam 60 hari (misalnya) ga di approve hehehe….itu masukan saya nanti mas kalo mau dibuat buat APBD. dalam prakteknya, banyak PPK yang melanjutkan pekerjaan walaupun lebih dari 50 hari terlambatnya, karena lebih ingin memperjuangkan sisi kemanfaatanya…
Sepakat Mas Heri, PMK 194 bedanya hanya sedikit dengan PMK 25 dulu, hanya saja KPA harus lebih sakti dari PPK. hehe.
Kalo masalah periode keterlambatan maksimum (1/1000 x 50 hari) itu sebenernya (menurut saya) hanya untuk menyamakan besaran denda dengan jaminan pelaksanaan yang sebesar 5%. Padahal jika diperhatikan dengan seksama pada pasal 93 dan 120 Perpres 70/2012, pengenaan denda keterlambatan itu hanya pada penyedia barang/jasa yang wanprestasi, artinya meskipun dilaksanakan terlambat (melebihi masa kontrak) namun dalam periode 50 hari dapat diselesaikan, maka denda keterlambatan tidak dapat dikenakan, kecuali diatur lebih detail di dalam ayat kontrak.
kurang setuju mas jika denda diabaikan jika pekerjaan selesai dengan tambahan waktu 50 hari itu. Karena tambahan waktu itu bukan karena keadaan kahar atau kelalaian PPK, tetapi kelalaian Penyedia jasa. Sehubungan juga masa pelaksanaan yang dijanjikan / ditawarkan penyedia jasa sudah terlewati, sehingga sanksi (denda) perlu di laksanakan sesuai isi Syarat-Syarat Khusus Kontrak
terima kasih pencerahannya pak andy wijaya….
Terima kasih Pak Dhanputra atas atensinya.
Maf pak sebelumnya…mohon pencerahan bpak…klau kontraktor pelaksana meminta tambahan waktu pelaksanaan..50 hari kalender…bagaimna dengan konsultan pengawas pak…apakah ttap ngawas atau stop…trima kasih…
Bagus Bang admin ulasannya, cuman yang mau saya tanyakan adalah kalau pekerjaan proyek APBD belum selesai pada akhir tahun anggaran dan diselesaikan maksimal 50 hari, trus denda keterlambatan tersebut harus disetor kemana, dan mekanismenya gimana ?? terima kasih
Berdasarkan peraturan yang saya ketahui (sumber dana APBN), pembayaran prestasi pekerjaan terakhir saat (pembayaran termin akhir) dapat dikreditkan sebesar denda selama MAK dan MAP-nya tercantum jelas dalam satu SPM LS (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Atau dapat juga disetor dengan SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak) sesuai peraturan yang berlaku.
Jika pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan sumber dana APBD, Penerimaan Daerah dalam bentuk Denda Keterlambatan Pekerjaan diklasifikasikan sebagai Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah sehingga mekanisme penyetoran penerimaannya mengikuti pasal 187 sesuai dengan Permendagri 16/2006 jo Permendagri 59/2007 jo Permendagri 21/2011, yaitu dengan korespondensi antara pemberi kerja dan penyedia barang/jasa dengan memberitahukan adanya denda keterlambatan, kemudian ditindaklanjuti oleh penyedia dengan penyetoran melalui Bank Persepsi (Bank yang ditunjuk oleh daerah) dengan menggunakan Surat Tanda Setoran (STS) dengan mengacu kontrak dan perhitungannya, kemudian STS dan slip setoran diberikan kepada pemberi kerja. Pemberi kerja melalui Bendahara Penerimaan melaporkan Penerimaan yang menjadi tanggungjawabnya kepada Bendahara Umum Daerah. Rincian lebih detailnya bisa dilihat pada Peraturan tersebut.
Salam takzim,
Ulasan yang menarik sekali, saya pegawai di salah satu desa, yang ingin saya tanyakan apakah yg harus saya siapkan untuk desa saya nanti di akhir tahun jika misalnya ad akontrak yang belum selsai? Apakah bisa dilanjutkan jika lewat? karena di desa tidak ada PPK, terimakasih
Terima kasih atas atensinya Pak Eman, dan mohon maaf jika saya baru bisa menjawab pertanyaannya sekarang.
Sebelumnya saya verifikasi terlebih dahulu, apakah pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan di desa tersebut merupakan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga) atau Pemerintah Daerah? Atau menggunakan Dana Desa dengan melalui mekanisme APBDes?.
Jika menggunakan dana bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian/lembaga) atau Pemerintah Daerah, maka wajib menggunakan peraturan yang berlaku dengan mengacu pada Perpres 54/2010 dan perubahan-perubahannya dengan ikut serta mematuhi koridor-koridor pengelolaan keuangan yang berlaku di lingkungan APBN (Peraturan Menteri Keuangan dan turunannya) dan APBD (Peraturan Menteri Dalam Negeri dan turunannya).
Jika dilaksanakan dengan menggunakan dana desa dengan mekanisme APBDes, secara umum, peraturan terkait pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari Dana Desa belum diatur tersendiri, dan belum ada mekanisme yang mengatur tentang kontrak pekerjaan yang belum selesai pada akhir tahun anggaran. Sehingga sampai dengan peraturan tersebut terbit, pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan Dana Desa menggunakan Perka LKPP No 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.
Mohon penjelasannya bgmn penyedia jasa sdh memasuki masa denda tiba2 terjadi kahar. Apa waktu kahar tersebut penyedia masih dikenakan denda? Tks
Terima kasih atas atensinya Pak Aris Pidekso,dan mohon maaf jika saya baru bisa menjawab pertanyaannya sekarang.
Menurut pendapat saya, ada beberapa hal yang harus diklarifikasi terlebih dahulu:
Pertama, apakah kondisi kahar yang terjadi tersebut sudah diatur secara khusus dalam Kontrak?
Kedua, Jika telah diatur secara khusus, apakah kondisi kahar tersebut telah didukung oleh dokumentasi/pernyataan dari institusi yang berwenang?
Ketiga, jika sudah diatur, dan ada pernyataan khusus dari institusi yang berwenang, apakah kondisi kahar tersebut secara langsung berimplikasi pada kualitas/prestasi pekerjaan yang telah dilaksanakan?
Keempat, jika sudah diatur, ada pernyataan khusus dari institusi yang berwenang, dan berimplikasi pada kualitas/prestasi pekerjaan, apakah penyedia bersedia menyelesaikan sisa pekerjaan yang merupakan implikasi dari kondisi kahar sampai dengan pekerjaan selesai 100% (yang didokumentasikan dengan surat pernyataan kesediaan bermaterai oleh penyedia)?
Jika telah memenuhi keempat kriteria diatas dan dengan dibuktikan dengan dokumen yang sah, menurut pendapat saya Denda Keterlambatan tidak dikenakan kepada penyedia barang jasa, namun yang patut menjadi pertimbangan adalah pada kriteria berikut, yaitu:
Kelima, apakah waktu penyelesaian tersebut masih dalam tahun anggaran berjalan atau melewatinya?
Kriteria kelima ini, yang menjadi concern saya pada tulisan di atas terlepas adanya pengenaan denda atau tidak
Mohon Pencerahan..
ada paket pekerjaan pengadaan barang dimasa masa berakhir kontrak pada tggl 30-12-2014 (masa kontrak 18 hari kalender), namun pengadaan tersebut belum selesai pada tahun 2014 (belum putus kontrak). namun barang baru sampe tgl 4 Januari PPHP tg 7 Januari. namun dana tersebut sudah di anggarkan pada P.APBD 2015.
mohon pencerahan, langkah yang bisa ditempuh..
kelengkapan administrasi yang dilengkapi.
Terima kasih atas atensinya Pak Walfrik Zebua, dan mohon maaf jika saya baru bisa menjawab pertanyaannya sekarang.
Saya ingin mengklarifikasi beberapa hal, apakah peraturan seperti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 telah diadopsi dalam bentuk Peraturan Daerah (Perbup/Perwali)?
Asumsi saya untuk kasus bapak adalah dokumen Berita Acara Pemeriksaan Barang tetap disusun pada tanggal saat penerimaan barang dan belum ada peraturan terkait mekanisme pengelolaan keuangan dalam menghadapi akhir tahun anggaran dalam lingkup daerah Bapak, sehingga menurut pendapat saya, sebaiknya kontrak pengadaan barang tahun 2014 tersebut diputus saja dan dibayarkan sesuai prestasi pekerjaannya (atau dinyatakan lain dalam kontrak), kemudian pada tahun berikutnya dilelang kembali atas sisa pekerjaan tersebut, dan dibayarkan dengan dana yang telah dianggarkan pada Perubahan APBD Tahun 2015.
Atau, dengan mekanisme:
Mencatat sebagai hutang atas prestasi pekerjaan yang belum terbayar berdasarkan termijn pembayaran terakhir dan ketentuan kontrak, (saya mengasumsikan bahwa tidak ada peraturan terkait tata cara revisi anggaran tahun berjalan seperti PMK 257/2014 atau PMK 140/2015 dan pekerjaan telah selesai 100% yang dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima 100%) kemudian minta pencerahan dan arahan dari Inspektorat Daerah, atau Perwakilan BPKP di daerah Bapak.
Mohon diberikan solusi:Kami di kabupaten ada kegiatan bantuan dari provinsi berupa pemasangan lampu penerangan jalan sejumlah 100 unit.pondasi sudah100 unit terpasang.kondisi sekarang sudah terpasang tiang dan lampu 50 unit dan sudah menyala lampunya.sisa bahan berupa tiang dan lampu sudah 100% tersedia dilokasi pekerjaan.tetapi berdasarkan keyakinan ppk dan penyedia tidak akan selesai pd tgl 31 desember.apakah bisa diperpanjang Pemasangan lampu melewati tahun anggaran? Bagaimana pembayarnnya?kapan pemutusan kontraknya?Bagaimana dendanya? Trima kasih
Terima kasih atas atensinya Pak Dwi, dan mohon maaf jika saya baru bisa menjawab pertanyaannya sekarang.
Komentar saya untuk kasus Bapak, sama dengan Pak Walfrik Zebua di atas, bahwa Asumsi saya untuk kasus bapak adalah dokumen Berita Acara Pemeriksaan Barang tetap disusun pada tanggal saat penerimaan barang dan belum ada peraturan terkait mekanisme pengelolaan keuangan dalam menghadapi akhir tahun anggaran dalam lingkup daerah Bapak.
Sehingga menurut pendapat saya (yang paling aman), sebaiknya kontrak pekerjaan pemasangan lampu tersebut diputus saja dan dibayarkan sesuai prestasi pekerjaannya (atau dinyatakan lain tata cara pembayarannya dalam kontrak). Sisa pekerjaan tersebut diikutkan dalam pembahasan Perubahan APBD tahun berikutnya (jika masih sempat), dan dilelang kembali sisa pekerjaannya dengan sumber dana dari perubahan APBD tersebut.
gimana kabar nya kabupaten tapanuli tengah. saya menduga hasil invetigasi saya proyek yg di kab. tapteng banyak yg belum selesai. wah bisa gawat. ketika uang negara ikut semeraut. diduga keras kabupaten tapanuli tengah. tidak sesuai specsipik. hati”ya om. ini demi kepentingan rakyat.
Terima kasih atas atensinya dan informasinya Pak Herman Citra Manik
Terima kasih banyak infonya. Sangat bermanfaat.
Tapi ada yg mau saya tanyakan. Apa konsekuensinya apabila satker terlambat menyampaikan SPM ke KPPN sampai batas waktu terakhir? Perusahaan kami mengalami hal tsb. Dari satker terhitung terlambat menyampaikan berkas ke KPPN. Hal tsb baru diinfokan kepada kami penyedia jasa tgl 31 Des.
Apakah ada peraturan yg mengakomodir agar tagihan atas pekerjaan kami tetap bisa cair?Meskipun sudah lewat thn anggaran. Jadi tetap bisa cair di tahun depan. Mengingat kewajiban kami telah selesaikan seluruhnya. BAST,BAPP,BAP, Jaminan Pemeliharaan asli juga sudah ada.Bahkan SPM juga sudah terbit. Mohon infonya.
Terima kasih banyak.
Terima kasih atas atensinya Pak/Ibu Dwi, dan mohon maaf jika saya baru bisa mengomentari pertanyaannya sekarang.
Karena Bapak/Ibu menyebutkan “KPPN”, maka saya berasumsi bahwa pekerjaan dibiayai oleh APBN dan untuk tahun 2015. Menurut pendapat saya, selama Kontrak, dokumen pertanggungjawaban termasuk Berita-Berita Acara yang dibutuhkan dalam prosedur pertanggungjawaban telah dilengkapi untuk pembayaran sesuai prestasi pekerjaan yang telah diselesaikan sebelum akhir tahun 2015, pembayaran atas tagihan dapat ditempuh sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PMK 257/2014 jo PMK 140/2015, selama telah dicatat sebagai hutang dalam neraca laporan keuangan satker yang bersangkutan.
Ass.ww Selamat Pagi Admin !
“Penyediaan Anggaran”, setelah Tahun Anggaran berakhir dengan kegiatan tidak tuntas pada tahun anggaran berjalan di masa lalunya, memang suatu hal yang menarek untuk di ulas dan di diskusikan. Intinya menurut hemat saya adalah “keberanian dan Kebenaran, serta kejujuran dan PPK dan Kontraktor. atau pihak yang mengikatkan diri melalui ikatan kontrak. Satu sisi pihak PPK, mesti di tuntut untuk bertanggungjawab atas fisik dan keuangan serta manfaat dari suatu kegiatan, dan disisi lainnya pihak PPK juga dituntut untuk efektif dan eisien serta ekonomis dalam penggunaan anggaran atau keuangan. Artinya disini, denda, putus dan tidak putusnya kontrak untuk suaatu kegiatan pada hakekatnya ada pada tangan mereka . Jadi sebenarnya disini pemutusan sepihak oleh pihak pengguna jasa itu menurut hemat saya tidak “fair” dan perlu ditinjau ulang. Dengan telah diserahkannya area kerja ke pihak rekanan sebenarnya pihak rekanan juga sudah memeliki hak yang penuh terhadap area kerja dimana suatu kegiatan akan dilaksanakan oleh rekanaan kontraktor tersebut, dan disini sebenarnya bila tidak ada permohonan dan pelepasan kembali area tersebut dari kontraktor ke PPK, hingga batas waktu 50 HK setelah akhir tahun anggaran dan kini konon katanya sudah 90 HK, itu dapat dipegagng oleh kontraktor. Buktinya, panitia PHO (team penerima hassil kegiatan di saat serah terima pertama kalinya turun kudu melihat surat permintaan dan permohonan dari kontraktor). Jadi tepatnya disini apabila suatu kegiatan telah dipercayakan kepada PPK oleh Kepala SKPD dan Atau Menteri, maka semua itu adalah tanggungjawab penuh pada PPK, oleh karena itu pada masa dulu di saat Kepres 14, 29 Tahun tujuh puluhan hingga delapan puluhan PPK itu bertindak atas nama Presiden Republik Indonesia selaku pihak Pertama dalam suatu perikatan. Terima Kasih, dan selamat mencoba nekad yang positif oleh para PPK, nekad dalam arti Positif.
Waalaikumsalam. Terima kasih atas atensinya Pak Zulmadi.
Ok.sangat jelas…tapi apa bisa di jelaskan jika kontrakto sudh menyelesaikan kewajiban pejerjaan sampai 100% dan ada keterlambatan dari pihak pemerintah membayar kontraktor apa sangsinya….karna jika kontraktor yg terlambar menyelesaikan kerjaan maka kontraktor akan di kenakan denda…bagaimn jika kebalikanya..? Apa ada celah dari kontraktor untuk mengenakan denda ke pemerinta?
Terima kasih atas atensinya Pak Ahmad, dan mohon maaf jika saya baru bisa menjawab pertanyaannya sekarang.
Menurut pendapat saya, sepanjang hal tersebut (denda yang dikenakan kepada kedua pihak) secara jelas tercantum dan disampaikan di dalam lelang dan kontrak, hal tersebut dimungkinkan. Saya pernah membaca kontrak (EPC Contract) yang mengenakan denda kepada pihak pemerintah apabila terjadi keterlambatan pembayaran (tidak sesuai jadwal) kepada pihak penyedia barang/jasa.
Maf pak sebelumnya…mohon pencerahan bpak…klau kontraktor pelaksana meminta tambahan waktu pelaksanaan..50 hari kalender…bagaimna dengan konsultan pengawas pak…apakah ttap ngawas atau stop…trima kasih…
sy punya pekerjaan pada tahun 2014 dan belum selesai sampai akhir tahun 2014, namun tetap saya lanjutkan dan selesai sebelum 50 hari dimaksud, tetapi tetap saja tidak bisa dibayar oleh PPK dan KPA dengan berbagai alasan,
maaf saya mau betanya,apa2 saja yang disiapkan TPK untuk permohonan bahwa kegiatan dana desa dikerjakan pihak ketiga
Terima kasih pak atas tulisannya yang sangat membantu. saya ingin menanyakan solusi yang tepat untuk permasalahan saya terkait tulisan bapak. saya menghadapi permasalahan dimana perusahaan tempat saya bekerja ditunjuk sebagai penyedia barang/jasa yang bersumber dari APBN. Kontrak tersebut bernilai lebih dari 10M dari APBN Th X, Pada kontrak telah di state bahwa waktu pelaksanaan kontrak tsb adalah 17 Bulan atau sudah pasti merupakan proyek yang akan selesai pada tahun depan padahal dana tersebut hanya menggunakan 1 tahun anggaran APBN Th x yang pelaporannya dan pencairannya harus dilaksanakan pada akhir tahun itu juga. Sehingga perusahaan kami beserta PPK memutuskan untuk mengambil langkah penerbitan invoice seluruh nilai proyek dan untuk LPJ menggunakan berita acara lintas tahun. selanjutnya dana yang telah keluar dari kas negara tsb ditampung pada rekening perusahaan, namun baru bisa dicairkan sesuai prestasi pekerjaan dan berita acara yg telah disetujui. Hal tersebut sangat mirip dengan penjelasan bapak pada poin 2. kami melihat terdapat potensi yang menyulitkan perusahaan kami yang dapat menjurus pada indikasi penyelewengan uang negara. dengan uang yang telah keluar dari kas negara, meskipun uang telah ada di perusahaan kami, namun kami tidak dapat mencairkanya tanpa persetujuan ppk dan bunga masuk ke ppk, sehingga ada risiko “permintaan2” dari ppk yang harus kami penuhi agar dana trsbut keluar ssuai prestasi pekerjaanyang kami kerjakan atau risiko ppk mempersulit pencairan untuk mendapatkan untung dari bunga dll. yang saya tanyakan, apabila aturannya adalah max 50 hari kerja atau akan diangap wanprestasi, apakah berarti ada prosedur yang akan kami langgar? bagaimana hukumnya? padahal sudah jelas pekerjaan kami akan selesai 1 tahun setelahnya.
untuk menghindari risiko kerugian negara dan tindak pidana lainnya, untuk pekerjaan dengan anggaran 1 tahun apbn namun pekerjaannya lintas tahun, apa solusi yang tepat agar dana tersebut ttp cair pada akhir tahun, dan bagaimana cara mengelola dana tersebut?
pg pak, saya mau menanya
apabila pekerjaan di danai oleh apbd, dan pekerjaan sudah selesai 100%, dan pemerintah setempat tidak bisa melakukan pembayaran tepat waktu, apakah langkah kami selanjutnya, dan jalur apa yang harus kami tempuh?
terimksh
Sore Pak Andy, maaf mengganggu,
Kontrak Pekerjaan Gedung 60 hari kalender sampai dengan 31 Desember 2015, lalu diberikan addendum waktu pelaksanaan 50 hari kalender sampai pertengahan Maret 2016, setelah itu PPK langsung melaksanakan Pemutusan Hubungan Kerja.
PPK kemudian menghitung jumlah hari denda keterlambatan adalah selama 50 hari kalender terhitung sejak diterbitkannya Addendum waktu pelaksanaan sampai dengan tanggal PHK yakni sekitar 50 hari kalender.
Menjadi pertanyaan saya, apakah perhitungan waktu PPK tersebut sudah tepat dan apakah ada denda lain selain denda keterlambatan tersebut? Mohon maaf sebelumnya bahwa dalam kasus ini PPK menghitung denda keterlambatan sebesar 5 % dan denda lainnya sebesar 5 %, sehingga total menjadi 10% denda (nilai Kontrak 1,4 M dengan denda sebesar 140 juta).
Terima kasih pak, mohon pencerahannya…
Bapak Andy yg tampan nan bijaksana,..
Mohon petunjuk pengenaan denda atas keterlambatan kontrak pbj namun tidak ada pemutusan kontrak oleh ppk, sedang 1 permil denda berlaku maksimal 5% jika lewat 50 hari dilakukan pemutusan kontrak oleh ppk.
selamat sore pak, mau tanya. mohon petunjuknya, ditempat saya ada paket APBN TA 2015 dan sampai akhir tahun anggaran 2015 31 des 2015 belum selesai progres 80% dan masih ada sisa 20%, dan menurut PMK 243/PMK.05/2015 bisa dilakukan penyelesaiaan pekerjaan sampai 90 hari kalender. yang sy mau tanyakan untuk PHO nya gmn ya pak apakah di PHO kan 80% dan nanti setelah dilaksanakan di TA 2016 di PHO kan lg 100%. kalau menurut PMK tersebut pekerjaan saya selesai 85 hari di TA 2016, untuk dendanya bagaimana ya apakah 1/1000 dr nilai kontrak atau dr sisa pekerjaan. terima kasih
Ass pak Andy yg baik.. Menurut sy utk pek yg hanya thn tunggal apabila kontrak hanya sampai pd bln desmber thn berjalan dn pek blm selesai, lbh baik Hrs Putus Kontrak saja, dr pada memilih alternatif lain dlm PMK tetapi sangat ribet dn resiko tinggi. Bgmn pendapat Bapak mengenai hal ini.. Apakah pilihan sy sdh yg terbaik… Atau ..bgmn pak Andy… Tksh pencerahan ya. (Azhari)
Ass Pak andi, saya butuh sedikit pencerahan dari bapak, ada sebagian orang mengatakan kalau masa kerja melewati kontrak akhir tahun masih bisa diperpanjang 50 hari kerja walaupun tahun anggaran suda berganti. mohon pencerahanya pak…..
terima kasih…………..
Ass pak,, mohon pencerahannya… di kabupaten kami pengesahan APBD-P 2016 baru disahkan pada hari jumat tanggal 18 bulan 11 tahun 2016. Pertanyaan saya, apakah waktu sesingkat ini bisa melaksanakan kegiatan fisik ?. Atas i nformasinya di ucapkan terima kasih.
Aslm.alkm.. mohon penjelasan pak. terkait kontrak yang melewati tahun anggaran (denda yang melampaui tahun anggaran, sebagaimana penjelasan pasal 93 ayat 1a pada Perpres 4 Tahun 2015), harus mendapat persetujuan dari DPRD ? aatau cukup Bupati membuat PERBUP saja… mksh
Trima kasih pencerahannya
sy mau tanya jika kontrak berahir tgl 28 desember namun pencapaian fisik hanya 95% dan keungan 90% kemudian kontrak di add 50 hari. sisa keuangan 5%untuk fisik 5% untuk jaminan pemeliharaan. kemudian dlm jgka waktu 50 hri fisik mampu di kerjakan 100%, apakah di kenakan denda dan brp bsrx denda tsb.
Mohon petunjuk : bagaimana proyek apbd, apbn nili kontrak milyaran rupiah tidak menggunakan konsultan ?
Bolehkah sisa lelang digunakan melalui adendum pekerjaan yang bersangkutan?
Saya pingin nanya ttg denda,apakah ada undang2 tentang hak rekanan tentang keterlambatan pencairan…??
Salam,
Saya ingin bertanya tentang bagaimana solusi dan aturan apa yg mengatur tentang keterlambatan pembayaran oleh pemda, padahal pekerjaan tsb telah selesai dan berkas penagihan telah lengkap.
Terimakasih
asslm, mohon pencerahan pak, di satker akan melaksanankan pelelangan meubiler untuk perkantoran dan ruang belajar sedangkan gedung masih dalam tahap membangunan dan akan selesai desember 2017, pertanyaan kami adalah apakah boleh dibayar jika barang tidak terpasang dan ditempatkan digedung tersebut?
Mohon penjelasannya, apabila ad proyek dgn pagu anggaran KL 300 juta bersumber dari dana desa, apakah dilelang atau tdk ???
Selamat siang… saya mau tanya ?
bagaimanakan pelaporan MC bulanan, apabila penarikan termin kegiatan fisik di pertengahan bulan ( misal 15 juni), dan tidak di akhir bulan (25 juni)… mohon pencerahan…trims
Mohon Petunjuk Pak…. Ada beberapa pekerjaan yaitu Perencanaan Konstruksi untuk Tahun 2018 (RAB, Desain Gambar, EE) telah diselesaikan di Tahun 2017, Secara aturan apakah diperbolehkan pembayaran pekerjaan tersebut dilakukan pada Tahun 2018 dalam arti “Konsultan meyelesaikan semua pekerjaan perencanaannya di Tahun 2017 tapi di pembayarannya dianggarkan pada tahun 2018″……..??.. Atas perhatian dan petunjuk dari Bpk sy ucapkan terima kasih..
Asslm…
Bgmn jika kontrak dibuat pada akhir desember sedangakan masa pelaksanaan 90 hari kalender anggaran Tahun tunggal yaitu APBD 2017 bukan tahun jamak…?
Sumber dana dari Dana Hibah pemerintah pusat yang sudah ditransper ke rekenening Kas Daerah. Dalam perjanjian Hibah tsb dana berlaku selama 12 bulan sejak juni 2017 sampai dengan juni 2018.
Sebagaimana diketahui dana hibah tersebut digunakan untuk Pembangunan Rehab Rekon daerah bekas bencana banjir thn 2017.
Mohon petunjuk. Apabila sampai batas penambahan penyelesaian 50 hari belum selesai 100%, tinggal 3% langkah apa yg bisa diambil? Apakah masih bisa diberikan perpanjangan waktu? Dan apabila diberi wakru 1 minggu, bagaimana denda keterlambatanya setelah 50 hari terlewati? Terima kasih.
Kalo pengadaan senilai Rp. 8M apakah tidak ada termin 20% ? Atau peraturan baru sudah tidak ada termin pencairan.
I have noticed you don’t monetize your site, don’t waste your traffic, you can earn additional cash every month.
You can use the best adsense alternative for any type of website (they approve all websites),
for more info simply search in gooogle: boorfe’s tips monetize your website